Sepertinya pencak silat tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kalimat ini sering diucapkan oleh O’ong Maryono (alm), tokoh pencak silat nasional yang dikenal di mancanegara kelahiran Tahun 1953 yang meninggal Tahun 2013 lalu. . “Itu menunjukkan kegelisahan bahwa pencak silat tidak cukup dihargai di Indonesia bahkan di negeri Melayu pada umumnya,” ungkap Rosalia Sciortino Sumaryono, istri almarhum.
Rosalia, menambahkan, O’ong merasa kecewa karena di daerah tempat asal bela diri khas Melayu ini banyak yang tidak mengetahui dan menghargainya, “Sedangkan almarhum suami saya yakin bahwa pencak silat itu unik karena menggabungkan gerakan-gerakan olahraga dan jurus-jurus bela diri dengan unsure seni dan teknik pernapasan serta kesadaran spiritual, “ ujar Rosalia.
Hal lain yang menarik seperti yang diungkapkan O’ong, secara paradoksal, kesatuan kaidah pencak silat justru terdiri dari inti yang sangat bervariasi dan tergantung gerakan serta teknik dasar mana yang diutamakan dalam kombinasi tersebut. Keanekaragaman ini terwujud dalam ratusan gaya atau aliran. “Kekayaan ini yang seharusnya dilestarikan dan dikembangkan,” tambah Rosalia yang asli Italia. Untuk mengenang eksistensi O’ong, 1-15 Agustus 2015 diselengarakan pameran patung pencak silat. Ternyata banyak seniman yang memiliki perhatian besar terhadap sosok O’ong. Hal itu terlihat dari puluhan pematung yang ambil bagian dalam pameran yang berlangsung di Galeri Cipta III-Taman Ismail Marzuki ini. Diantaranya AC. Wicaksono, Adhy Putraka Iskandar, Dolorosa Sinaga, Egi Sae, Taufan AP dan banyak lagi. “Ini diluar dugaan saya. Ternyata mereka memiliki perhatian yang cukup besar terhadap almarhum suami saya,” tandas Rosalia.