Mengenang O’ong Maryono, Pesilat Dunia Yang Santun

O’ong Maryono

Dua kali Juara Dunia Pencak Silat Kelas Bebas

O’ong Maryono atau Sumaryono bin Abdul Adjiz adalah pesilat dunia yang dikenal sangat santun. Lahir di Bondowoso, Jawa Timur, 28 Juli 1985 dan wafat di Singapura, 20 Maret 2013. Inilah catatan Abd. Halim Soebahar, Guru Besar Pendidikan Islam STAIN Jember dan Ketua Umum MUI Kab. Jember dan Hamdanah, Dosen FAI Universitas Islam Jember terkait sosok O’ong Maryono.

Mas O’ong benar-benar telah memberikan kita contoh bagaimana kita harus beramal sesuai dengan ilmu, jiwa, dan raganya. Mas, O’ong, memang lahir di Bondowoso, tapi bukan hanya untuk Bondowoso, karena Mas O’ong dilahirkan untuk menjadi Guru Para Jawara di berbagai belahan dunia. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu…

Jenazah O’ong Maryono diterbangkan dari Singapura ke Indonesia, semalam disemayamkan di musala Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan dimakamkan di kompleks Pemakaman Keluarga KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Pesantren Ciganjur Jakarta. Bahkan di Pesantren Ciganjur diselenggarakan Tahlil sejak hari pertama sampai ketujuh dan tahlil hari ke-40 (Ahad, 28 April 2013) akan digelar di Bondowoso, di Gedung SMAN 2 Bondowoso.

Hari ini telah banyak teman-teman almarhum dari berbagai negara, khususnya Thailand, Manila, dan Singapura, yang datang ke Bondowoso. Kami sekeluarga mengenal baik keluarga almarhum (Mas O’ong dan isteri (Prof. Rosalia Sciortino) kelahiran Palermo, Itali, 11 November 1959) dan sejak 1996 beberapa kali kami bertemu dalam beragam kegiatan seminar dan training nasional maupun internasional di Bali, Yogya, Jakarta, Malaysia dan Philipina.

O’ong dikenal sangat supel, setiap bertemu selalu menyapa duluan. Dua kali pernah berkunjung ke rumah kami di Jember dan setiap bertemu tidak pernah berbicara silat, tetapi selalu hangat berdiskusi tentang pengembangan tradisi, ilmu, dan riset. Ini bisa dipahami karena O’ong bukan hanya Jawara Silat, tetapi juga aktif menulis dan riset, sedang istrinya adalah seorang pakar Antropologi Budaya lulusan Amsterdam.

Promosikan Pencak Silat Bagian Budaya Indonesia

Pertama bertemu, posisi Prof. Rosalia menjabat Program Officer Reproductive Health and Population di Ford Foundation Jakarta, sebuah yayasan nirlaba yang mengabdi untuk perdamaian dunia dan kesejahteraan umat manusia yang berpusat di New York. Setelah itu, beberapa kali pindah ke perwakilan Ford Foundation di Manila dan terakhir di Singapura sampai sekarang.

O’ong kecil, sudah kelihatan berbakat. Sejak 9 tahun dikenal sangat meminati dunia beladiri, khususnya pencak silat Madura dan Bawean serta berlatih seni beladiri Kuntao. Dari Kakek, Matrawi, O’ong belajar jurus Macan Kumbang. Ketika pencak silat diakui sebagai mata lomba dalam cabang olahraga beladiri di tahun 1973, O’ong mulai bertanding dan memenangkan peringkat pertama berbagai kejuaraan di Bondowoso, mewakili Kabupaten Bondowoso.

Pada tahun yang sama, dia pindah ke Jakarta dan berlatih ragam ilmu beladiri lainnya, seperti karate, judo, akido, jujitsu, dan tae kwon do sambil tetap memperdalam Pencak Silat di sekolah Keluarga Pencak Silat (KPS) Nusantara. Di sini, ia mencapai tingkatan tertinggi imlu beladiri silat dengan menyandang sabuk putih sebagai Pendekar Paripurna dan berkat kiprah O’ong KPS Nusantara bisa mendunia. Antara lain di Negara Belanda, Jerman, Italia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Thailand.

Dalam rentang waktu 1979 sampai 1987, ia mempertahankan peringkatnya sebagai juara nasional dan internasional pencak silat yang tak terkalahkan. Di antara prestasi internasional yang diraihnya, ia dua kali menjadi juara dunia pencak silat di kelas bebas pada Invitasi Internasional ke-1 (1982) dan ke-2 (1984). Dia juga memenangkan hadiah pertama dalam kategori yang sama di SEA GAMES ke XVI yang diselenggarakan tahun 1987 di Jakarta.

Antara tahun 1982 dan 1985 karier O’ong sebagai olahragawan mendominasi kejuaraan nasional Tae Kwon Do dan memenangkan juara di kelas berat. Setelah mengakhiri kariernya sebagai atlet, berkat kekayaan pengalaman dalam ilmu kepelatihan dan teknik pertandingan, O’ong kemudian melanjutkan kariernya sebagai pelatih silat di berbagai negara a.l Brunei Darussalam, Belanda, Filipina dan Thailand. O’ong juga main di film seni beladiri Indonesia seperti Tutur Tinular, Saur Sepuh dan Jaka Swara.

Tak hanya sebagai pelaku, O’ong juga melakukan penelitian tentang pencak silat dan beberapa kali menerbitkan tulisan lepas tentang seni beladiri. Setelah melakukan penelitian intensif di berbagai perpustakaan dan lapangan, pada tahun 1998 ia menerbitkan buku dengan judul, “Pencak Silat Merentang Waktu”. Kami bersyukur bisa menghadiri launching buku tersebut.

Buku monumental ini menekankan aspek sosial budaya dari pencak silat dan pengembangan sejarah. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan judul “Pencak Silat in the Indonesian Archipelago”. Kedua versi buku ini telah mendapatkan pengakuan publik yang luas dan telah menjadi sumber utama pengetahuan tentang pencak silat.

Menurut Prof. Rosalia, iatelah menyiapkan naskah versi gambar tentang teknik KPS Nusantara yang akan segera diterbitkan.

Selain itu ia aktif juga dibeberapa forum diskusi online, seperti di website miliknyawww.kpsnusantara.com dan tercatat pula aktif di milis silat bogor Indonesia, beliau pun duduk sebagai penasehat di situs silatindonesia.com yang merupakan situsnya komunitas pencak silat di Indonesia.

Dalam karier oragnisasinya, O’ong merupakan humas pada Federasi Pencak Silat Internasional (PERSILAT) sekaligus Pendiri dan Pembina pada Lembaga Pengembangan dan Pelestarian Budaya Indonesia yang dipercaya untuk menyelenggarakan Festival Pencak Silat Malioboro serta kegiatan lainnya dalam rangka mempromosikan pencak silat sebagai bagian dari budaya Indonesia.

Setelah bertarung dengan gagah berani melawan kanker, ia wafat di Singapura pada 20 Maret 2013 dalam pelukan istrinya, didampingi keluarga dan teman. Mas O’ong benar-benar telah merentang waktu. Meski usianya pendek, tapi akan dikenal selamanya. Meski umurnya hanya 60 tahun, tapi semangat yang dirintisnya akan dikenang ratusan tahun.

Mas O’ong benar-benar telah memberikan kita contoh bagaimana kita harus beramal sesuai dengan ilmu, jiwa, dan raganya. Mas, O’ong, memang lahir di Bondowoso, tapi bukan hanya untuk Bondowoso, karena Mas O’ong dilahirkan untuk menjadi Guru Para Jawara di berbagai belahan dunia. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu anhu…